Kumpulan Contoh Puisi Lesik Kati Ara

L.K. Ara dan Contoh Puisinya - Lesik Kati Ara atau yang biasa disingkat L.K. Ara merupakan sastrawan yang  lahir di Takengon, Aceh, 12 November 1937. Ia pernah menjadi redaktur budaya Harian Mimbar Umum (Medan), Pegawai Sekretariat Negara, terakhir bekerja di Balai Pustaka hingga pensiun (1963-1985). Bersama K. Usman, Rusman Setiasumarga dan M. Taslim Ali, mendirikan Teater Balai Pustaka (1967). Memperkenalkan penyair Tradisional Gayo, To’et, mentas di kota-kota besar Indonesia. Menulis puisi, cerita anak-anak dan artikel seni dan sastra. Dipublikasikan di Koran dan majalah di Indonesia, Malaysia dan Brunai Darrusalam.
Karya dan tulisa L.K. Ara yang sudah dipublikasikan antara lain: Angin Laut Tawar (Balai Pustaka, 1969), Namaku Bunga (Balai Pustaka, 1980), Kur Lak Lak (Balai Pustaka, 1982), Pohon Pohon Sahabat Kita (Balai Pustaka, 1984) Catatan Pada Daun (BP, 1986), Dalam Mawar (BP, 1988), Perjalanan Arafah (1994), Si Karmin jadi Ulama, Cerita Rakyat dari Aceh I, (Grasindo, 1995), Cerita Rakyat Aceh II, (Grasindo, 1995), Seulawah: Antologi Sastra Aceh Sekilas Pintas (ed. YN, 1995), Belajar Berpuisi (Syaamil Bandung), Berkenalan Dengan Sastrawan Indonesia dari Aceh (l997), Aceh Dalam Puisi (ed. Syaamil, 2003), Langit Senja Negeri Timah (YN 2004), Pangkal Pinang Berpantun (ed. DKKP, YN, 2004), Pantun Melayu Bangka Selatan (ed. YN, 2004), Pucuk Pauh (ed YN 2004) Syair Tsunami (Balai Pustaka 2006), Puisi Didong Gayo (Balai Pustaka 2006), Tanoh Gayo Dalam Puisi ( YMA, 2006), Kemilau Bener Meriah (YMA, 2006), Ekspressi Puitis Aceh Menghadapi Musibah (BRR 2006), Sastra Aceh (Pena, 2008), Antologi Syair Gayo (Pena, 2008), Ensiklopedi Aceh I (ed YMAJ, 2008), Malim Dewa dan Cerita Lainnya (ed. YMAJ, 2009), Ensiklopedi Aceh II (ed. YMAJ, 2009).
Puisinya dapat juga ditemukan dalam: Tonggak (1995), Horison Sastra Indonesia 1 (2002), dan Sajadah Kata (Syaamil, 2003).



OK Sob, untuk mengetahui secara lebih detail dari puisi-puisi L.K. Ara, berikut Admin sajikan 10 Puisi dari Lesik Kati Ara yang bisa Sobat simak.



Tak Ada LagiTak ada lagi yang ku cari disini

Kecuali merasakan sinar bulan

Yang dingin oleh rindu

Tak ada lagi yang ku cari disini

Kecuali mendengar rintih angin

Di air danau

Tak ada lagi yang ku cari disini

Kecuali memandang kuburan tua

Tempat istirahat nenek moyangku

Tak ada lagi yang ku cari disini

Kecuali menyaksikan embun turun

Membasuh wajah rakyatku

Tak ada lagi yang ku cari disini

Kecuali merasakan gema doa

Dari orang yang menderita

Doa yang membumbung ke langit

Bersatu dengan awan

Bersatu dengan matahari

Lalu turun kebumi

Mendatangi rumahmu

Memberi salam padamu

Masuk kehatimu

Bicara tentang keadilan

Tak ada lagi yang ku cari disini

Tak ada lagi

Kecuali bekas masa kanak-kanak

Yang tertutup debu

Tak ada lagi yang ku cari disini

Kecuali melihat bayang sejarah

Perlahan tenggelam

Tak tertulis

Tak ada lagi yang ku cari disini

Tak ada lagi

Selain menyaksikan kasih Mu

Yang terus menyirami bumi


Lho’Seumawe – Takengon, Januari 1986
 
 Sedekah

Tujuh puluh bencana

Mengarah pada kita

Bagaimana menolaknya

Tujuh puluh sakit

Mendera kita

Bagaimana menyembuhkannya

Tujuh puluh pencuri

Mengganyang harta kita

Bagaimana mencegahnya

Tujuh puluh amarah Tuhan

Membakar kita

Bagaimana menghindarkannya

Bahkan membakar nadi kita

Bagaimana memadamkannya

Hampir kita lupa

Untuk itu semua

Ada satu cara

Sedarhana dan bersahaja

Mari kita bersedekah

Sedekah menolak bencana

Menyembuhkan sakit

Mencegah pencuri

Menghapus amarah Tuhan

Sedekah mencipta

Keakraban handai taulan

Sedekah mencipta

Suasana sejuk antara kita

Ia embun pagi

Menetes ke hati


Jakarta, 1985
 
 
 
Seorang Tua Berjalan

Setiap hari ia berjalan

Dijalan itu juga

Setiap hari ia berjalan

Badan sedikit terbungkuk

Langkah satu-satu

Di jalan itu juga

Ada senja

Menyamarkan jalannya

Tapi ada bintang

Terbit menolongnya

Semua tak ia minta

Tapi turun begitu saja

Di jalan itu juga

Ada matahari terik

Meneteskan keringatnya

Tapi ada angin

Meniup tubuhnya

Datang begitu saja

Semua turun begitu saja

Di jalan itu juga

Setiap hari ia berjalan

Di jalan itu juga

Dibawah langit itu juga

Pohon, dedaunan

Tiang listrik, aspal jalanan

Begitu ramah padanya

Kadang seperti menegurnya

Selamat pagi

Atau selamat sore

Atau selamat malam

Orang tua itu

Melangkah dan melangkah

Di jalan itu juga

Setiap langkah

Ia mengucap Allah


Jakarta, 1986
 
 
 Sinar

Tuhan

Aku perlu matahari

Sinar yang kau hamparkan

Bagi umat semesta

Tapi aku perlu juga

Sinar mata kekasih

Sinar mata yang menggorek dosa

Dan menggantinya

Dengan amal dan iman


Lamprik, 9 Agustus 1986
 
 Mencari Jejak

Malam itu

Aku

Seperti terlempar

Di kotamu

Aku memang tidak punya apa-apa

Dan tak mencari siapa-siapa

Jendela dan pintu

Telah tertutup untukku

Angin dengan leluasa

Merubuhkan tubuhku

Di emper-emper toko

Dan got jalanan

Tapi mimpiku mengalir

Bersama sunyi

Mencari jejakmu

Sampai dini hari


Penayung, 8 Agustus 1986
 
 
 
 Bila Kelak

Wahai

Bila kelak

Kau berangkat

Memetik bunga

Dan menari

Sepanjang jalan raya

Lemparkan aku di pasir

Aku akan tinggal di pasir

Aku akan berumah dipasir

Aku akan tidur di pasir

Aku akan mengutip nyanyianmu di pasir

Aku akan meraba kasihmu di pasir

Di pasir

Rindu kita akan tetap mengalir


Jakarta, 1986
 
 
 Banda Aceh

Yang masih ku ingat tentang dirimu

Adalah pahatan sejarah di batu

Dalam goresan bisu

Yang kuraba dengan rindu


Ujung Bate, 8 Agustus 1986
 
 
 
 Catatan Pada Daun

Kau mencatat pada daun
Sebuah pesan
Ketika langit sempat biru
Tanpa awan
Setelah kau pergi
Jauh
Kubaca pesanmu
Lalu kusimpan
Jauh
Dalam diriku
Kini pesan itu
Mengalir dalam darahku
Dan bila aku mati

Ia kusimpan di syair sunyi

Dengan Setia yang Marak

Biar perjalanan jauh masih

Dan badan terkulai lunglai

Namun hasrat jati dihati

Tetap marak pada tujuan

Kamboja di dalam taman

Menaungi jasad kejang dan dingin

Tergeletak diam pada lahirnya

Pada batinnya meneruskan perjalanan

Sungguh teramat jauh ujung

Oleh ramai onak dipangkal jalan

Tapi relai sakit dan senang

Di jalanan Ia tentukan

Langkah barulah berarti dilangkahkan

Dengan setia yang marak kepadaMu, Tuhan
 
 
 Kening Bulan


Kening bulan
Bagai perak berkilau

Bersinar oleh cahaya iman

Yang selalu melekat

Di sajadah

Kening bulan

Bagai perak berkilau

Mendekatlah

Kepada angin kembara

Yang nestapa

Yang mencari

Dan mengembara

Di belantara dunia

Mendekatlah

O kening bulan

Angin kembara

Ingin mengecupnya

Untuk melepas risaunya


Jakarta, 1986