Kumpulan Contoh Puisi Hamzah Al-Fansyuri

Siapakah Hamzah Al-Fansyuri ? - Hamzah Al-Fansuri merupakan seorang ulama dan pujangga besar Melayu. Beliaulah penyair Melayu pertama yang menggubah syair-syair bersifat agama. Hamzah Al-Fansuri dipercayai/diyakini lahir pada akhir abad ke-16 di Barus atau Panchor, Sumatera Utara. Panchor disebut Fansur dalam bahasa Arab. Pada tahun 1726, Francois Valentijn dalam bukunya Oud en Nieuw Oost-Indie (Hindia Timur Lama dan Baharu) pada bab mengenai Sumatra, menyebut Hamzah Fansuri sebagai seorang penyair yang dilahirkan di Fansur. Ia menghabiskan banyak waktunya dan menetap di Aceh.
Karya-karya Hamzah Fansuri telah dikaji oleh para sarjana Timur dan Barat yaitu Kraemaer, Doorenbos, Al-Attas, Teeuw, Brakel, Sweeney, Braginsky dan Abdul Hadi. Kajian al-Attas yang merupakan analisis semantik dianggap sebagai kajian yang paling menyeluruh dan hebat terhadap pegangan mistisisme Hamzah Fansuri.
Pada masa yang sama, kajian mereka ini telah memberikan penjelasan yang amat penting mengenai sumbangan Hamzah Al-Fansuri terhadap sastera Melayu. Pemikiran dan pegangan Hamzah Al-Fansuri terpancar dalam karya-karya beliau meliputi karya prosa dan puisi. Hamzah Al-Fansuri adalah pengembang tarekat Wujudiyah. Gambaran tentang ajaran Wujudiyah ini dapat dikutip dari karangan beliau Asrar al-Arifin dan Sharab al-Asyikin. Pemahaman ini beranggapan bahawa segala makhluk itu pada asasnya esa, karena wujud daripada zat Allah.
Sebagai seorang tasawuf Syeikh Hamzah Al-Fansuri pernah memperlihatkan dalam karya-karyanya bahwa Syeikh Hamzah Al-Fansuri mempunyai hubungan dengan tasawuf yang berkembang di India pada abad ke-16 dan 17. Syeikh Hamzah Fansuri langsung mengaitkan dirinya dengan ajaran para sufi Arab dan Persia sebelum abad ke-16. Bayazid dan Al-Hallaj merupakan tokoh idola Syeikh Hamzah Fansuri di dalam cinta dan ma’rifat, dipihak lain Syeikh Hamzah Fansuri sering mengutip pernyataan dan syair-syair Ibnu Arabi serta “Iraqi” untuk menopang pemikiran kesufiannya. 


Hubungan Syeikh Hamzah Fansuri dengan para penulis jarang sekali memperoleh perhatian para sarjana tasawuf di Indonesia, padahal selain Ibnu Arabi pemikir sufi yang banyak memberi warna Syeikh Hamzah Fansuri adalah Fakhruddin Iraqi, seringnya Syeikh Hamzah Fansuri menyebut dan mengutip lama’at-lama’at karya Iraqi, memperlihatkan adanya perhatian istimewa antara pandangannya dengan Iraqi.

Berikut ini  puisi sajak dari Hamzah Al-Fansyuri yang bisa Sobat simak..




Hai sekalian kita yang kurang
nafsumu itu lawan berperang
jangan hendak lebih baiklah kurang
janganlah sama dengan orang

Amati-amati membuang diri
menjadi dagang segenap diri
baik-baik engkau fikiri
supaya dapat emas sendiri



Hamzah sesat didalam hutan
pergi uzlat berbulan-bulan
akan kiblatnya picek dan jawadan
inilah lambat mendapat Tuhan

Unggas pingai bukannya balam
berbunyi siang dan malam
katanya akal ahl al-alam
Hamzah Fansuri sudahlah kalam

Tuhan hamba yang punya alam
timbulkan Hamzah yang kalam
ishkinya jangankan padam
supaya warit di laut dalam



Hamzah Fansuri di negeri Melayu,
tempatnya kapur di dalam kayu,
Asalnya manikam tiadakan layu,
Dengan ilmu dunia manakan payu.

Hamzah Syahrun-Nawi terlalu hapus,
seperti kayu sekelian hangus,
asalnya laut tiada berarus,
menjadi kapur di dalam Barus.





Inilah gerangan suatu madah 
mengarangkan syair terlalu indah, 
membetuli jalan tempat berpindah,
di sanalah i’tikat diperbetuli sudah. 

Wahai muda kenali dirimu,
ialah perahu tamsil tubuhmu,
tiadalah berapa lama hidupmu,
ke akhirat jua kekal diammu. 

Hai muda arif-budiman,
hasilkan kemudi dengan pedoman,
alat perahumu jua kerjakan,
itulah jalan membetuli insan.

Perteguh jua alat perahumu,
hasilkan bekal air dan kayu,
dayung pengayuh taruh di situ,
supaya laju perahumu itu. 

Sudahlah hasil kayu dan ayar,
angkatlah pula sauh dan layar,
pada beras bekal jantanlah taksir, 
niscaya sempurna jalan yang kabir. 

Perteguh jua alat perahumu,
muaranya sempit tempatmu lalu,
banyaklah di sana ikan dan hiu,
menanti perahumu lalu dari situ.

Muaranya dalam, ikanpun banyak,
di sanalah perahu karam dan rusak,
karangnya tajam seperti tombak
ke atas pasir kamu tersesak. 

Ketahui olehmu hai anak dagang
riaknya rencam ombaknya karang
ikanpun banyak datang menyarang
hendak membawa ke tengah sawang. 

Muaranya itu terlalu sempit,
di manakan lalu sampan dan rakit
jikalau ada pedoman dikapit,
sempurnalah jalan terlalu ba’id.

Baiklah perahu engkau perteguh,
hasilkan pendapat dengan tali sauh,
anginnya keras ombaknya cabuh,
pulaunya jauh tempat berlabuh.

Lengkapkan pendarat dan tali sauh,
derasmu banyak bertemu musuh,
selebu rencam ombaknya cabuh,
La ilaha illallahu akan tali yang teguh.

Barang siapa bergantung di situ,
teduhlah selebu yang rencam itu
pedoman betuli perahumu laju,
selamat engkau ke pulau itu. 

La ilaha illallahu jua yang engkau ikut,
di laut keras dan topan ribut,
hiu dan paus di belakang menurut,
pertetaplah kemudi jangan terkejut.

Laut Silan terlalu dalam,
di sanalah perahu rusak dan karam,
sungguhpun banyak di sana menyelam,
larang mendapat permata nilam. 

Laut Silan wahid al kahhar,
riaknya rencam ombaknya besar,
anginnya songsongan membelok sengkar 
perbaik kemudi jangan berkisar. 

Itulah laut yang maha indah,
ke sanalah kita semuanya berpindah,
hasilkan bekal kayu dan juadah
selamatlah engkau sempurna musyahadah. 

Silan itu ombaknya kisah,
banyaklah akan ke sana berpindah,
topan dan ribut terlalu ‘azamah, 
perbetuli pedoman jangan berubah. 

Laut Kulzum terlalu dalam,
ombaknya muhit pada sekalian alam
banyaklah di sana rusak dan karam,
perbaiki na’am, siang dan malam. 

Ingati sungguh siang dan malam,
lautnya deras bertambah dalam,
anginpun keras, ombaknya rencam,
ingati perahu jangan tenggelam. 

Jikalau engkau ingati sungguh,
angin yang keras menjadi teduh
tambahan selalu tetap yang cabuh
selamat engkau ke pulau itu berlabuh. 

Sampailah ahad dengan masanya,
datanglah angin dengan paksanya,
belajar perahu sidang budimannya,
berlayar itu dengan kelengkapannya.

Wujud Allah nama perahunya,
ilmu Allah akan [dayungnya]
iman Allah nama kemudinya,
“yakin akan Allah” nama pawangnya.

“Taharat dan istinja'” nama lantainya,
“kufur dan masiat” air ruangnya,
tawakkul akan Allah jurubatunya
tauhid itu akan sauhnya. 

Salat akan nabi tali bubutannya,
istigfar Allah akan layarnya,
“Allahu Akbar” nama anginnya,
subhan Allah akan lajunya.

“Wallahu a’lam” nama rantaunya,
“iradat Allah” nama bandarnya,
“kudrat Allah” nama labuhannya,
“surga jannat an naim nama negerinya. 

Karangan ini suatu madah,
mengarangkan syair tempat berpindah,
di dalam dunia janganlah tam’ah,
di dalam kubur berkhalwat sudah. 

Kenali dirimu di dalam kubur,
badan seorang hanya tersungkur
dengan siapa lawan bertutur?
di balik papan badan terhancur. 

Di dalam dunia banyaklah mamang,
ke akhirat jua tempatmu pulang,
janganlah disusahi emas dan uang,
itulah membawa badan terbuang. 

Tuntuti ilmu jangan kepalang,
di dalam kubur terbaring seorang, 
Munkar wa Nakir ke sana datang,
menanyakan jikalau ada engkau sembahyang.

Tongkatnya lekat tiada terhisab,
badanmu remuk siksa dan azab,
akalmu itu hilang dan lenyap,
tanpa ada tujuan yang tetap.

Munkar wa Nakir bukan kepalang,
suaranya merdu bertambah garang,
tongkatnya besar terlalu panjang,
cabuknya banyak tiada terbilang.

Kenali dirimu, hai anak dagang!
di balik papan tidur telentang,
kelam dan dingin bukan kepalang,
dengan siapa lawan berbincang?

La ilaha illallahu itulah firman,
Tuhan itulah pergantungan alam sekalian, 
iman tersurat pada hati insap,
siang dan malam jangan dilalaikan.

La ilaha illallahu itu terlalu nyata,
tauhid ma’rifat semata-mata,
memandang yang gaib semuanya rata,
lenyapkan ke sana sekalian kita. 

La ilaha illallahu itu janganlah kaupermudah-mudah, 
sekalian makhluk ke sana berpindah,
da’im dan ka’im jangan berubah,
khalak di sana dengan La ilaha illallahu. 

La ilaha illallahu itu jangan kaulalaikan,
siang dan malam jangan kau sunyikan,
selama hidup juga engkau pakaikan,
Allah dan rasul juga yang menyampaikan. 

La ilaha illallahu itu kata yang teguh,
memadamkan cahaya sekalian rusuh,
jin dan syaitan sekalian musuh,
hendak membawa dia bersungguh-sungguh. 

La ilaha illallahu itu kesudahan kata,
tauhid ma’rifat semata-mata. 

Hapuskan hendak sekalian perkara,
hamba dan Tuhan tiada berbeda.

La ilaha illallahu itu tempat mengintai,
medan yang kadim tempat berdamai,
wujud Allah terlalu bitai,
siang dan malam jangan bercerai.

La ilaha illallahu itu tempat musyahadah,
menyatakan tauhid jangan berubah, 
sempurnalah jalan iman yang mudah,
pertemuan Tuhan terlalu susah. 




“Man ‘arafa nafsahu hadith Nabi

Faqad ‘arafa rabbahu tujuan diri

Setelah sampai mengenali diri
Maka tercapai ketenteraman hati

La ilaha illallah ucapan zahir
Bila mungkir menjadi kafir
Atas hakikat manusia lahir
Cari maknanya dibalik tabir 

Wujud Qidam didalam fana
Meng’isbatkan Allah Al Baqa
Sholat da’im besar menafaatnya
Agar tercapai ketenangan jiwa"