20 Contoh Puisi Ajip Rosidi | Puisi Terbaik
Puisi adalah suatu bentuk dalam karya sastra yang berasal dari hasil
suatu perasaan yang di ungkapankan oleh penyair dengan bahasa yang
menggunakan irama, rima, matra, bait dan penyusunan lirik yang berisi
makna.Di dalam puisi juga berisi suatu ungkapan perasaan dan pikiran dari
penyair yang menggunakan imajinasinya. Kemudian ia berkonsentrasi untuk
menyusun puisi dengan kekuatan bahasa, bai secara fisik maupun batin.
Sebuah puisi biasanya mengutamakan akan bunyi, bentuk serta makna
yang terkandung untuk disampaikan. Keindahan pada puisi menjadi kualitas
estetika yang begitu indah.
Hal-hal membaca puisi
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membaca puisi sebagai berikut:- Ketepatan ekspresi/mimik
- Kinesik yaitu gerak anggota tubuh.
- Kejelasan artikulasi
- Timbre yaitu warna bunyi suara (bawaan) yang dimilikinya.
- Dinamik artinya keras lembut, tinggi rendahnya suara.
- Intonasi atau lagu suara.
- Tekanan dinamik yaitu tekanan pada kata-kata yang dianggap penting.
- Tekanan nada yaitu tekanan tinggi rendahnya suara. Misalnya suara tinggi menggambarkan keriangan, marah, takjub, dan sebagainya. Suara rendah mengungkapkan kesedihan, pasrah, ragu, putus asa, dan sebagainya.
- Tekanan tempo yaitu cepat lambat pengucapan suku kata atau kata.
Contoh Puisinya
Ajip Rosidi dan Contoh Puisinya - Siapakan
Ajib Rosidi? Ajip Rosidi (dibaca: Ayip Rosidi) merupakan sastrawan yang
lahir di Jatiwangi, Majalengka, Jawa Barat pada 13 Januari 1938. Pendidikan
formalnya SD di Jatiwangi (1950), SMP di Jakarta (1953) dan Tainan
Madya di Jakarta (tidak tamat, 1956), selanjutnya otodidak. Ia mula-mula
menulis karya kreatif dalam bahasa Indonesia, kemudian telaah dan
komentar tentang sastra, bahasa dan budaya, baik berupa artikel, buku
atau makalah dalam berbagai pertemuan di tingkat regional, nasional,
maupun internasional.
Silahkan disimak ya...
Wayang
Bayang-bayang yang digerakkan sang dalang
datang dan hilang, hanya jejaknya tinggal terkenang
Ingat Aku dalam Do'amu
Ingat aku dalam do'amu: di depan makam Ibrahim
akan dikabulkan Yang Maha Rahim
Hidupku di dunia ini, di alam akhir nanti
lindungi dengan rahmat, limpahi dengan kurnia Gusti
Ingat aku dalam do'amu: di depan makam Ibrahim
di dalam solatmu, dalam sadarmu, dalam mimpimu
Setiap tarikan nafasku, pun waktu menghembuskannya
jadilah berkah, semata limpahan rido Illahi
Ya Robbi!
Biarkan kasih-Mu mengalir abadi
Ingat aku dalam do'a-Mu
Ingat aku dalam firman-Mu
Ingat aku dalam diam-Mu
Ingat aku
Ingat
Amin
Matahari
Kutembus mega yang putih, yang kelabu, yang hitam sekali
Di baliknya kucari yang terang : Sinar si matahari!
Sungai
Dari hulu hingga ke muara, berapa kali ganti nama?
Air yang mengalir sama juga, hanya saja bertukar warna
Sembahyang Malam
Alam semesta
Hening menggenang
Air mata yang deras mengalir
bersumber pada kalbu-Mu
Hidup
Jika hidup telah kautetapkan hingga yang kecil mecil
Untuk apa suara hati terombang-ambing dalam sabil?
Jarak
Berapa jauh jarak terentang
antara engkau dengan aku
Berapa jauh jarak terentang
antara engkau dengan urat leherku?
Tak pun sepatah kata
memisahkan kita
Didepan Lukisan Sadali
Dalam keindahan kutemukan keheningan
dan dalam keheningan kudapati kesalihan
Pertemuan Dua Orang Sufi
Ketika keduanya berpapasan, tak sepatah pun kata teguran
Hanya dua pasang mata yang tajam bersitatapan
Suhrawar di atas kuda : "Betapa dalam kulihat
Samudra segala hakikat!"
Dan Muhyiddin di atas keledai: "Betapa fana dia
yang setia menjalani teladan Rasulnya."
Ketika keduanya bertemu, tak pun kata-kata salam
Tapi keduanya telah sefaham dalam diam.
Hanya Dalam Puisi
Dalam kereta api
Kubaca puisi: Willy dan Mayakowsky
Namun kata-katamu kudengar
Mengatasi derak-derik deresi.
Kulempar pandang ke luar:
Sawah-sawah dan gunung-gunung
Lalu sajak-sajak tumbuh
Dari setiap bulir peluh
Para petani yang terbungkuk sejak pagi
Melalui hari-hari keras dan sunyi.
Kutahu kau pun tahu:
Hidup terumbang-ambing antara langit dan bumi
Adam terlempar dari surga
Lalu kian kemari mencari Hawa.
Tidakkah telah menjadi takdir penyair
Mengetuk pintu demi pintu
Dan tak juga ditemuinya: Ragi hati
Yang tak mau
Menyerah pada situasi?
Dalam lembah menataplah wajahmu yang sabar.
Dari lembah mengulurlah tanganmu yang gemetar.
Dalam kereta api
Kubaca puisi: turihan-turihan hati
Yang dengan jari-jari besi sang Waktu
Menentukan langkah-langkah Takdir: Menjulur
Ke ruang mimpi yang kuatur
sia-sia.
Aku tahu.
Kau pun tahu. Dalam puisi
Semuanya jelas dan pasti.
1968
Bayangan
Bayanganmu terekam pada permukaan piring, pada dinding
Pada langit, awan, ah, ke mana pun aku berpaling:
Dan di atas atap rumah angin pun bangkit berdesir
Menyampaikan bisikmu dalam dunia penuh bisik.
Masihkah dinihari Januari yang renyai
Suatu tempat bagi tanganku membelai?
Telah habis segala kata namun tak terucapkan
Rindu yang berupa suatu kebenaran.
Bayangan, ah, bayanganmu yang menagih selalu
Tidakkah segalanya sudah kusumpahkan demi Waktu?
Tahun-tahun pun akan sepi berlalu, kutahu
Karena dunia resah 'kan diam membisu.
1967
Ia banyak melacak jejak dan tonggak alur sejarah sastra Indonesia
dan Sunda, menyampaikan pandangan tentang masalah sosial politik, baik
berupa artikel dalam majalah, berupa ceramah atau makalah. Dia juga
menulis biografi seniman dan tokoh politik.
Ia mulai mengumumkan karya sastra tahun 1952, dimuat
dalam majalah-majalah terkemuka pada waktu itu seperti Mimbar Indonesia,
Gelanggang/ Siasat, Indonesia, Zenith, Kisah dan lain-lain. Menurut
penelitian Dr. Ulrich Kratz (1988), sampai dengan tahun 1983, Ajip
adalah pengarang sajak dan cerita pendek yang paling produktif (326
judul karya dimuat dalam 22 majalah).
Wayang
Bayang-bayang yang digerakkan sang dalang
datang dan hilang, hanya jejaknya tinggal terkenang
Ingat Aku dalam Do'amu
Ingat aku dalam do'amu: di depan makam Ibrahim
akan dikabulkan Yang Maha Rahim
Hidupku di dunia ini, di alam akhir nanti
lindungi dengan rahmat, limpahi dengan kurnia Gusti
Ingat aku dalam do'amu: di depan makam Ibrahim
di dalam solatmu, dalam sadarmu, dalam mimpimu
Setiap tarikan nafasku, pun waktu menghembuskannya
jadilah berkah, semata limpahan rido Illahi
Ya Robbi!
Biarkan kasih-Mu mengalir abadi
Ingat aku dalam do'a-Mu
Ingat aku dalam firman-Mu
Ingat aku dalam diam-Mu
Ingat aku
Ingat
Amin
Matahari
Kutembus mega yang putih, yang kelabu, yang hitam sekali
Di baliknya kucari yang terang : Sinar si matahari!
Sungai
Dari hulu hingga ke muara, berapa kali ganti nama?
Air yang mengalir sama juga, hanya saja bertukar warna
Sembahyang Malam
Alam semesta
Hening menggenang
Air mata yang deras mengalir
bersumber pada kalbu-Mu
Hidup
Jika hidup telah kautetapkan hingga yang kecil mecil
Untuk apa suara hati terombang-ambing dalam sabil?
Jarak
Berapa jauh jarak terentang
antara engkau dengan aku
Berapa jauh jarak terentang
antara engkau dengan urat leherku?
Tak pun sepatah kata
memisahkan kita
Didepan Lukisan Sadali
Dalam keindahan kutemukan keheningan
dan dalam keheningan kudapati kesalihan
Pertemuan Dua Orang Sufi
Ketika keduanya berpapasan, tak sepatah pun kata teguran
Hanya dua pasang mata yang tajam bersitatapan
Suhrawar di atas kuda : "Betapa dalam kulihat
Samudra segala hakikat!"
Dan Muhyiddin di atas keledai: "Betapa fana dia
yang setia menjalani teladan Rasulnya."
Ketika keduanya bertemu, tak pun kata-kata salam
Tapi keduanya telah sefaham dalam diam.
Hanya Dalam Puisi
Dalam kereta api
Kubaca puisi: Willy dan Mayakowsky
Namun kata-katamu kudengar
Mengatasi derak-derik deresi.
Kulempar pandang ke luar:
Sawah-sawah dan gunung-gunung
Lalu sajak-sajak tumbuh
Dari setiap bulir peluh
Para petani yang terbungkuk sejak pagi
Melalui hari-hari keras dan sunyi.
Kutahu kau pun tahu:
Hidup terumbang-ambing antara langit dan bumi
Adam terlempar dari surga
Lalu kian kemari mencari Hawa.
Tidakkah telah menjadi takdir penyair
Mengetuk pintu demi pintu
Dan tak juga ditemuinya: Ragi hati
Yang tak mau
Menyerah pada situasi?
Dalam lembah menataplah wajahmu yang sabar.
Dari lembah mengulurlah tanganmu yang gemetar.
Dalam kereta api
Kubaca puisi: turihan-turihan hati
Yang dengan jari-jari besi sang Waktu
Menentukan langkah-langkah Takdir: Menjulur
Ke ruang mimpi yang kuatur
sia-sia.
Aku tahu.
Kau pun tahu. Dalam puisi
Semuanya jelas dan pasti.
1968
Bayangan
Bayanganmu terekam pada permukaan piring, pada dinding
Pada langit, awan, ah, ke mana pun aku berpaling:
Dan di atas atap rumah angin pun bangkit berdesir
Menyampaikan bisikmu dalam dunia penuh bisik.
Masihkah dinihari Januari yang renyai
Suatu tempat bagi tanganku membelai?
Telah habis segala kata namun tak terucapkan
Rindu yang berupa suatu kebenaran.
Bayangan, ah, bayanganmu yang menagih selalu
Tidakkah segalanya sudah kusumpahkan demi Waktu?
Tahun-tahun pun akan sepi berlalu, kutahu
Karena dunia resah 'kan diam membisu.
1967
Belum ada Komentar untuk " 20 Contoh Puisi Ajip Rosidi | Puisi Terbaik"