Kumpulan 10 Contoh Puisi Ajip Rosidi Terbaik
Ajip Rosidi dan Contoh Puisinya
- Siapakan Ajib Rosidi? Ajip Rosidi (dibaca: Ayip Rosidi) merupakan
sastrawan yang lahir di Jatiwangi, Majalengka, Jawa Barat pada 13 Januari 1938. Pendidikan
formalnya SD di Jatiwangi (1950), SMP di Jakarta (1953) dan Tainan
Madya di Jakarta (tidak tamat, 1956), selanjutnya otodidak. Ia mula-mula
menulis karya kreatif dalam bahasa Indonesia, kemudian telaah dan
komentar tentang sastra, bahasa dan budaya, baik berupa artikel, buku
atau makalah dalam berbagai pertemuan di tingkat regional, nasional,
maupun internasional.
Ia banyak melacak jejak dan tonggak alur sejarah sastra
Indonesia dan Sunda, menyampaikan pandangan tentang masalah sosial
politik, baik berupa artikel dalam majalah, berupa ceramah atau makalah.
Dia juga menulis biografi seniman dan tokoh politik.
Ia mulai mengumumkan karya sastra tahun 1952, dimuat
dalam majalah-majalah terkemuka pada waktu itu seperti Mimbar Indonesia,
Gelanggang/ Siasat, Indonesia, Zenith, Kisah dan lain-lain. Menurut
penelitian Dr. Ulrich Kratz (1988), sampai dengan tahun 1983, Ajip
adalah pengarang sajak dan cerita pendek yang paling produktif (326
judul karya dimuat dalam 22 majalah).
Bukunya yang pertama, Tahun-tahun Kematian terbit ketika
usianya 17 tahun (1955), diikuti oleh kumpulan sajak, kumpulan cerita
pendek, roman, drama, kumpulan esai dan kritik, hasil penelitian, dan
lain-lain, baik dalam bahasa Indonesia maupun Sunda, yang jumlahnya
kurang lebih seratus judul.
Karyanya banyak yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa asing,
dimuat dalam bunga rampai atau terbit sebagai buku, antara lain dalam
bahasa Belanda, Cina, Inggris, Jepang, Perancis, Kroatia, Rusia.
Bersama kawan-kawannya, Ajip mendirikan penerbit Kiwari
di Bandung (1962), penerbit Cupumanik (Tjupumanik) di Jatiwangi (1964),
Duta Rakyat (1965) di Bandung, Pustaka Jaya (kemudian Dunia Pustaka
Jaya) di Jakarta (1971), Girimukti Pasaka di Jakarta (1980), dan Kiblat
Buku Utama di Bandung (2000). Terpilih menjadi Ketua IKAPI dalam dua
kali kongres (1973-1976 dan 1976-1979). Menjadi anggota DKJ sejak awal
(1968), kemudian menjadi Ketua DKJ beberapa masajabatan (1972-1981).
Menjadi anggota BMKN 1954, dan menjadi anggota pengurus pleno (terpilih
dalam Kongres 1960). Menjadi anggota LBSS dan menjadi anggota pengurus
pleno (1956-1958) dan anggota Dewan Pembina (terpilih dalam Kongres
1993), tapi mengundurkan diri (1996). Salah seorang pendiri dan salah
seorang Ketua PP-SS yang pertama (1968-1975), kemudian menjadi salah
seorang pendiri dan Ketua Dewan Pendiri Yayasan PP-SS (1996).
Sejak 1981 diangkat menjadi guru besar tamu di Osaka
Gaikokugo Daigaku (Universitas Bahasa Asing Osaka), sambil mengajar di
Kyoto Sangyo Daigaku (1982-1996) dan Tenri Daigaku (1982-1994), tetapi
terus aktif memperhatikan kehidupan sastera-budaya dan sosial-politik di
tanah air dan terus menulis. Tahun 1989 secara pribadi memberikan
hadiah sastra tahunan Rancage yang kemudian dilanjutkan oleh Yayasan
Kebudayaan Rancage yang didirikannya. Ajip penerima Hadiah Sastra
Nasional 1955-1956 untuk puisi (diberikan tahun 1957) dan 1957-1958
untuk prosa (diberikan tahun 1960). Tahun 1993 mendapat Hadiah Seni dari
Pemerintah RI. Tahun 1999 menerima Kun Santo Zui Ho Sho (The Order of
Sacred Treasure, Gold Rays with Neck Ribbon) dari pemerintah Jepang
sebagai penghargaan atas jasa-jasanya yang dinilai sangat bermanfaat
bagi hubungan Indonesia-Jepang.
Sangat menarik dan inspiratif ya Sob perjalanan hidup dan
pengalaman kesusastraan beliau. Untuk lebih mengenal secara langsung
karya sastra Ajip Rosidi, berikut Admin sajikan 10 contoh puisi beliau.
Silahkan disimak ya...
Wayang
Bayang-bayang yang digerakkan sang dalang
datang dan hilang, hanya jejaknya tinggal terkenang
datang dan hilang, hanya jejaknya tinggal terkenang
Ingat aku dalam do'amu: di depan makam Ibrahim
akan dikabulkan Yang Maha Rahim
Hidupku di dunia ini, di alam akhir nanti
lindungi dengan rahmat, limpahi dengan kurnia Gusti
Hidupku di dunia ini, di alam akhir nanti
lindungi dengan rahmat, limpahi dengan kurnia Gusti
Ingat aku dalam do'amu: di depan makam Ibrahim
di dalam solatmu, dalam sadarmu, dalam mimpimu
Setiap tarikan nafasku, pun waktu menghembuskannya
jadilah berkah, semata limpahan rido Illahi
di dalam solatmu, dalam sadarmu, dalam mimpimu
Setiap tarikan nafasku, pun waktu menghembuskannya
jadilah berkah, semata limpahan rido Illahi
Ya Robbi!
Biarkan kasih-Mu mengalir abadi
Ingat aku dalam do'a-Mu
Ingat aku dalam firman-Mu
Ingat aku dalam diam-Mu
Ingat aku
Ingat
Di baliknya kucari yang terang : Sinar si matahari!
Sungai
Dari hulu hingga ke muara, berapa kali ganti nama?
Biarkan kasih-Mu mengalir abadi
Ingat aku dalam do'a-Mu
Ingat aku dalam firman-Mu
Ingat aku dalam diam-Mu
Ingat aku
Ingat
Amin
Matahari
Kutembus mega yang putih, yang kelabu, yang hitam sekaliMatahari
Di baliknya kucari yang terang : Sinar si matahari!
Sungai
Dari hulu hingga ke muara, berapa kali ganti nama?
Air yang mengalir sama juga, hanya saja bertukar warna
Sembahyang Malam
Alam semesta
Alam semesta
Hening menggenang
Air mata yang deras mengalir
bersumber pada kalbu-Mu
Air mata yang deras mengalir
bersumber pada kalbu-Mu
Hidup
Jika hidup telah kautetapkan hingga yang kecil mecil
Untuk apa suara hati terombang-ambing dalam sabil?
Jarak
Berapa jauh jarak terentang
antara engkau dengan aku
Berapa jauh jarak terentang
antara engkau dengan urat leherku?
Tak pun sepatah kata
memisahkan kita
Didepan Lukisan Sadali
Dalam keindahan kutemukan keheningan
Dalam keindahan kutemukan keheningan
dan dalam keheningan kudapati kesalihan
Pertemuan Dua Orang Sufi
Pertemuan Dua Orang Sufi
Ketika keduanya berpapasan, tak sepatah pun kata teguran
Hanya dua pasang mata yang tajam bersitatapan
Hanya dua pasang mata yang tajam bersitatapan
Suhrawar di atas kuda : "Betapa dalam kulihat
Samudra segala hakikat!"
Dan Muhyiddin di atas keledai: "Betapa fana dia
yang setia menjalani teladan Rasulnya."
Ketika keduanya bertemu, tak pun kata-kata salam
Tapi keduanya telah sefaham dalam diam.
Hanya Dalam Puisi
Dalam kereta api
Kubaca puisi: Willy dan Mayakowsky
Namun kata-katamu kudengar
Mengatasi derak-derik deresi.
Kulempar pandang ke luar:
Sawah-sawah dan gunung-gunung
Lalu sajak-sajak tumbuh
Dari setiap bulir peluh
Para petani yang terbungkuk sejak pagi
Melalui hari-hari keras dan sunyi.
Kubaca puisi: Willy dan Mayakowsky
Namun kata-katamu kudengar
Mengatasi derak-derik deresi.
Kulempar pandang ke luar:
Sawah-sawah dan gunung-gunung
Lalu sajak-sajak tumbuh
Dari setiap bulir peluh
Para petani yang terbungkuk sejak pagi
Melalui hari-hari keras dan sunyi.
Kutahu kau pun tahu:
Hidup terumbang-ambing antara langit dan bumi
Adam terlempar dari surga
Lalu kian kemari mencari Hawa.
Hidup terumbang-ambing antara langit dan bumi
Adam terlempar dari surga
Lalu kian kemari mencari Hawa.
Tidakkah telah menjadi takdir penyair
Mengetuk pintu demi pintu
Dan tak juga ditemuinya: Ragi hati
Yang tak mau
Menyerah pada situasi?
Mengetuk pintu demi pintu
Dan tak juga ditemuinya: Ragi hati
Yang tak mau
Menyerah pada situasi?
Dalam lembah menataplah wajahmu yang sabar.
Dari lembah mengulurlah tanganmu yang gemetar.
Dari lembah mengulurlah tanganmu yang gemetar.
Dalam kereta api
Kubaca puisi: turihan-turihan hati
Yang dengan jari-jari besi sang Waktu
Menentukan langkah-langkah Takdir: Menjulur
Ke ruang mimpi yang kuatur
sia-sia.
Kubaca puisi: turihan-turihan hati
Yang dengan jari-jari besi sang Waktu
Menentukan langkah-langkah Takdir: Menjulur
Ke ruang mimpi yang kuatur
sia-sia.
Aku tahu.
Kau pun tahu. Dalam puisi
Semuanya jelas dan pasti.
Kau pun tahu. Dalam puisi
Semuanya jelas dan pasti.
1968
Bayangan
Bayanganmu terekam pada permukaan piring, pada dinding
Pada langit, awan, ah, ke mana pun aku berpaling:
Dan di atas atap rumah angin pun bangkit berdesir
Menyampaikan bisikmu dalam dunia penuh bisik.
Masihkah dinihari Januari yang renyai
Suatu tempat bagi tanganku membelai?
Telah habis segala kata namun tak terucapkan
Rindu yang berupa suatu kebenaran.
Suatu tempat bagi tanganku membelai?
Telah habis segala kata namun tak terucapkan
Rindu yang berupa suatu kebenaran.
Bayangan, ah, bayanganmu yang menagih selalu
Tidakkah segalanya sudah kusumpahkan demi Waktu?
Tahun-tahun pun akan sepi berlalu, kutahu
Karena dunia resah 'kan diam membisu.
1967
Tidakkah segalanya sudah kusumpahkan demi Waktu?
Tahun-tahun pun akan sepi berlalu, kutahu
Karena dunia resah 'kan diam membisu.
1967
Belum ada Komentar untuk "Kumpulan 10 Contoh Puisi Ajip Rosidi Terbaik"